Sabtu, 01 Desember 2012
Selasa, 20 November 2012
Pembagian Hadits ditinjau dari aspek kualitas
BISMILLAHIRRAHMAN NIRRAHIM...
ASSALAMUALAIKUM WR. WB....
ASSALAMUALAIKUM WR. WB....
Mari sambil menonton pertandingan basket antara tim basket MAN SELONG VS MA. MUALAIMIN.
Selanjutnya disini saya akan menambahkan postingan yang bisa dijadikan
materi bagi temen-temen yang jurusan keagamaan maupun umum yang
memperdalami ILMU HADIST, YAKKK mari simak berikut ini atau dibawah
ini.....!!!
Pembagian
Hadits ditinjau dari aspek kualitas
1. Pengertian
Matan, Sanad, dan Mukharrij
Suatu hadist
tidak terlepas dari beberapa unsur yang terkandung di dalamnya. Tanpa
unsur-unsur tersebut, maka status dan validitas suatu hadist patut untuk
dipertanyakan. Beberapa unsur yang menjadi pertimbangan untuk menilai kesahihan
sebuah hadits itu antara lain matan, sanad, isnad dan mukharrij.
Pengertian
Matan secara bahasa adalah sesuatu yang tampak. Secara istilah adalah
lafadz-lafadz yang menggambarkan ma’na hadits, bisa juga diartikan kalimat
hadits yang mempunyai arti.
Menurut Ibnu Jamaah adalah sebuah kalimat yang menjadi tujuan akhir
daripada sanad.
Lebih sederhananya matan adalah bentuk redaksional sebuah hadits
Adapun arti
sanad secara etimologi adalah tempat bersandar.
Sedangkan secara terminologi terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian
sanad ini, diantaranya yaitu:
a)
Menurut
al-Sayyid Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki sanad ialah jalur yang menghubungkan
seseorang sampai kepada matan. Jalur ini tidak lain adalah para rawi
yang mentransformasikan matan tersebut secara berkesinambungan. Dengan
demikian, menurut beliau sanad dan rawi mempunyai arti yang sama.
b)
Dr. Muhammad
‘Ajaj al-Khatib mendefinisikan sanad dengan jalur matan. Lebih lanjut, beliau
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jalur matan adalah silsilah para rawi
yang mentransformasikan matan dari sumber utama. Oleh karena itu, menurut
beliau terdapat perbedaan antara sanad dan rawi.
c)
Kata sanad
menurut al-Badru bin Jamaah adalah memberitahu jalur
menuju hadits. Karena sanad menurutnya diambil dari kata al-sannad yang
berarti suatu yang naik dari lembah gunung. Hal ini karena al-musnid
menarik hadits sampai kepada orang yang mengucapkan hadits. Atau diambil dari
ucapan fulanun sanadun (berpegangan) sehingga sanad mempunyai arti
memberitahu proses menuju matan. Hal itu dikarenakan orang yang hafal hadits
menjadikan sanad sebagai acuan dalam shohih dan dloif sebuah
hadits.
Dari ketiga
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terminologi sanad adalah jalannya
hadist, maksudnya mata rantai (jalur) para periwayat yang menghubungkan matan
mulai dari awal hingga akhir.
Secara
etimologi isnad berarti menyandarkan. Adapun secara terminologi isnad
didefinisikan dengan pemberitahuan dan penjelasan tentang jalur matan. Namun,
terkadang kata isnad diartikan dengan sanad, begitu juga sebaliknya. Dengan
demikian, kata isnad dan sanad mempunyai arti yang sama.
Mukhorij adalah orang
yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits
yang artinya orang yang mempunyai keahlian tentang proses perjalanan hadits
serta megetahui nama-nama perawi, redaksi, dan kelemahan hadits. Dalam hal ini
ia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan al-musnid. Orang yang sedang
bergelut dengan hadits dapat digologkan menjadi beberapa tingkatan antara lain
sebagai berikut:
Ø Al-Tholib adalah
orang yang sedang belajar hadits.
Ø Al-Muhaddits adalah
orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayat dan diroyat.
Ø Al-Hafidz adalah
orang yang hafal 100.000 hadits.
Ø Al-Hujjah adalah
orang yang hafal 300.000 hadits.
Ø Al-Hakim adalah
orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan
baik ilmu maupun mustola al-hadits.
Ø Amir
al-hadits ( pemimipin hadits)
Menurut
syeikh Fath al-din bin Syaid al-Naas, al-muhhadits pada zaman
sekarang adalah orang yang sibuk mempelajari hadits baik aspek riwayat
maupun diroyat, kemudian mengkaji kualitas perawinya dengan mempelajari
secara mendalam para rawi yang semasa yang populer dalam hadits. Sehingga ia mampu
mengetahui gurunya dan guru dari guru perawi sampai seterusnya.Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh dibawah ini:
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ حَدَّثَنَا أَبُو جَنَابٍ عَن يَزِيدَ بْنِ الْبَرَاءِ عَن أَبِيهِ
الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَطَبَ عَلَى قَوْسٍ أَوْ
عَصًا * اخرجه احمد فى مسنده
Sanad adalah :
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ حَدَّثَنَا أَبُو جَنَابٍ عَن يَزِيدَ بْنِ الْبَرَاءِ عَن أَبِيهِ
الْبَرَاء
Matan adalah :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّم خَطَبَ عَلَى قَوْسٍ أَوْ عَصًا
Mukharrij adalah :
اخرجه احمد
فى مسنده
2.
Pengertian, Pembagian, dan Contoh Hadits Shahih
Pengertian
hadits shahih adalah sebuah hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan
oleh rawi yang tsiqah
Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits tersebut.
Atau dalam istilah lain tidak termasuk hadits yang syadz dan mu’allal.
Dari
pengertian ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa kriteria hadits shahih adalah
a)
Tersambung
sanadnya (ittisal as-sanad) artinya setiap hadits yang yang diriwayatkan
oleh rowi kerowi di atasnya sehingga sambung dalam penerimaan haditsnya
kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, akan mengecualikan hadits yang munqoti',
muaddlol, mullaq dan mursal.
b)
Diriwayatkan
oleh rawi yang tsiqah ('adil dan dhabit)
Adil adalah
sifat yang yang ada pada seseorang yang senantiasa mendorong untuk bertakwa dan
menjaga kredibilitasnya. Ini terkait dengan dimensi moral spiritual.
Dlabit adalah
sifat terpercaya, hafal di luar kepala, mengetahui arti hadits,dan
mampu untuk menceritakan setiap saat sesuai dengan redaksi saat ia menerima
hadits. Dlabit sendiri dibagi menjadi tiga tingkatan:
Tingkat
pertama ( al-darojah al-ulya) yang ada pada 'adil dan dlobid
Tingkat
kedua (al-darojah al-wustho) tingkatan yang ada di bawahnya
Tingkat
ketiga (al-darojah al-dunya) bawah tingkat kedua.
c)
Hadits yang
diriwayatkan bukan termasuk kategori hadits yang syadz
d)
Hadits yang
diriwayatkan harus terbebas dari illat (cacat) yang dapat menyebabkan
kualitas hadits menjadi turun. .
Hadits
shohih terbagi menjadi dua;
I.
Shohih lidzatihi adalah sebuah hadits ayng mancakup
semua syarat hadits shohih dan tingkatan rowi berada pada tingkatan pertama.
Contoh;
من كذب علي
متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
Sehingga apabila
sebuah hadits telah ditelaah dan telah memenuhi syarat di atas, akan tetapi
tingkatan perowi hadits berada pada tingkatan kedua maka hadits tersebut
dinamakan hadits Hasan
II.
Shohih lighoirihi Hadits ini dinamakan lighoirihi
karena keshohihan hadits disebabkan oleh sesuatu yang lain. Dalam artian hadits
yang tidak sampai pada pemenuhan syarat-syarat yang paling tinggi. Yakni dlobid
seorang rowi tidak pada tingkatan pertama. Hadits jenis ini merupakan hadits
hasan yang mempunyai beberapa penguat. Artinya kekurangan yang dimiliki oleh
hadits ini dapat ditutupi dengan adanya bantuan hadits, dengan teks yang sama,
yang diriwayatkan melalui jalur lain. Contoh hadits dari Muhammad bin Amr dari
Abi Salamah dari Abi Hurairoh bahwa Nabi bersabda
لو لا أن أشق
علي أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Letak hadits
ini masuk pada kategori lighorihi. Menurut Ibnu Sholah memberi
alasan karena pada Muhammad bin Amr bin al-Qomah termasuk orang
yang lemah dalam hafalan,.kekuatan, ingatan dan juga kecerdasanya, Akan tetapi
hadits ini dikuatkan dengan jalur lain, yaitu oleh al A'raj bin Humuz dan sa'id
al Maqbari maka bias dikategorikan shohih lighirihi.
3.
Pengertian, Pembagian, dan Contoh Hadits Hasan
Untuk
sekedar diketahui bahwasannya pada masa Imam Ahmad Ibn Hambal atau sebelum masa
Imam Tirmidzi, hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian:
a)
Hadits
Shahih, yaitu hadits yang memenuhi syarat keshahihan hadits;
b)
Hadits
Dla’if, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat keshahihan hadits.
Pada periode
ini, istilah hadits hasan belum dikenal sehingga dalam pengklasifikasian ia
masih dikelompokkan di dalam Hadits Dla’if. Hal itu karena menurut mereka
Hadits Dla’if ada dua macam: yang pertama hadits yang kedla’ifannya
masih bisa ditolelir, sehingga masih mungkin untuk diamalkan. Bentuk yang
pertama ini menyerupai hadits hasan dalam terminologi Imam Tirmidzi. Dan yang
kedua adalah hadits yang kedla’ifannya telah sangat parah, sehingga
harus ditinggalkan.
Menurut Ibnu
Taimiyyah, orang yang pertama kali mengklasifikasikan hadits menjadi tiga
bagian, yakni Shahih, Hasan, dan Dla’if, adalah Abu Isa Muhammmad Ibn Isa Ibn
surah Ibn Musa Ibn Dlahak al-Silmi al-Tirmidzi atau yang lebih dikenal Abu Isa
al-Tirmidzi.
Secara
etimologi, Hasan mempunyai arti hal yang diminati atau kecenderungan hati.
Adapun pengertian secara terminology menurut Ibn Hajar adalah hadits yang
sanadnya bersambung, tidak ditemukan adanya cacat dan juga syadz serta
diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tingkat tsiqahnya tidak
sempurna, dan hadits tersebut tidak termasuk hadits yang syadz dan mu’allal.
Dari
definisi ini dapat disimpulkan bahwasannya yang membedakan antara Hadits Shahih
dan Hadits Hasan terletak pada sisi kedlabithan periwayat. Jika
dalam Hadits Shahih periwayat harus seorang yang dlabith taam,
maka dalam Hadits Hasan periwayatnya merupakan seorang yang daya ingatannya
lemah.
Menurut Ibn
Taimiyah hadits Hasan termasuk dalam kategori dloif. Karena beliau hanya
mengklasifikasikan hadits menjadi dua, shohih dan dloif, kemudian
hadits dloif dibagi menjadi dua, yakni yang bisa dijadikan hujjah
dan yang tidak bisa. Hadits hasan masuk dalam kategori hadits dloif yang
dapat dijadikan hujjah.
Hadits hasan
sendiri juga terbagi menjadi dua:
I. Hasan
lidzatihi
Dinamakan
hasan lidzatihi karena sifat hasannya muncul secara independen. Contohnya;
لولا أشق علي أمتي لآمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Hadits ini
bisa dinamakan hasan lidzatihi dengan tanpa melihat jalur riwayat
lainya.
II. Hasan
lighoirihi
Dinamakan Hasan
lighoirihi karena ke-hasanannya disebabkan oleh faktor lain dari luar.
Artinya hadits ini sebenarnya adalah tergolong dha'if, karena salah satu syarat
untuk bisa dikategorikan hadits hasan atau shahih tidak terpenuhi namun
dikuatkan oleh adanya muttabi' atau syahid. Contoh hadits hasan
lighairihi adalah :
عن هشيم عن يزيد بن أبي زياد عن عبد
الرحمن بن أبي ليلي عن البرأ بن عازب رضي الله عنه "أن حقا علي المسلمين لأن
يغتسلوا يوم الجمعة وليمس أحدهم من طيب أهله فـإن لم يجد فالمأ له طيب
Hadits ini
menurut al-Tirmidzi masuk dalam kategori Hasan lighoirihi di karenakan
Hasyim termasuk golongan al-mudallis. Akan tetapi matan hadits dikuatkan
oleh syahid yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abi Said dll.
4.
Pengertian, Pembagian, dan Contoh Hadits Dhoif
Menurut
al-Nawawi dan juga mayoritas ulama ahli hadits, hadits dloif adalah
hadits yang tidak memenuhi syarat shohih dan hasan.
Hadits dloif dapat diklasifikasikan menjadi dua;
a)
Dhaif disebabkan tidak memenuhi syarat itishol al sanad.
Dhaif jenis
ini di bagi lagi menjadi :
1)
Hadits Muallaq
Yaitu
hadits yang pada sanadnya telah dibuang satu atau lebih rawi baik secara
berurutan maupun tidak.
Contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
قال مالك عن
الزهرى عن أبى سلمة عن أبى هريرة عن النبى "لا تفا ضلوا بين الأنبيأ
Dikatakan Muallaq
karena Imam bukhori langsung menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik
tidak pernah bertemu. Contoh lain adalah,
قال ألبخارى
قالت العائشة كان النبى يذكر الله على كل أحواله
Disini Bukhari tidak menyebutkan
rawi sebelum Aisyah
2)
Hadits Mursal
Yaitu
hadits yang sanadnya dari tabi'in meloncat langsung kepada Nabi. Menurut Imam
Malik dan Abu Hanifah hadits ini boleh dijadikan hujjah. Contoh hadits ini
adalah:
قال مالك عن
جعفر بن محمد عن أبيه أن رسول الله قضى باليمن والشاهد
Disini
Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara
antara nabi dan bapaknya.
3)
Hadits Munqothi'
Yaitu hadits
yang salah satu rawinya atau lebih dihilangkan atau tidak jelas, bukan pada
pada sahabat tapi bisa di tengah atau di akhir.
Contoh
hadits ini adalah;
ما رواه عبد
الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا
بكر فقوى أمين
Riwayat yang
sebenarnya adalah Abd Rozak meriwayatkan hadits dari Nukman bin Abi Saybah
al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadits dari Abi
Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang
sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadits
yang munqotiq.
4)
Hadits Mu'adlol
Yaitu hadits
yang hilang dua rawinya atau lebih secara berurutan ditengah sanadnya. Contoh :
يقال للرجل
يوم القيامة عملت كذا وكذا؟ فيقول لا فيحتم على فيه
Hadits ini
berasal dari al-Sakbi dari Anas dari Nabi, di sini Akmas tidak menyebutkan Anas
dan Nabi.
5)
Hadits Mudallas
Yaitu hadits
yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi
menjadi beberapa macam;
I.
Tadlis Isnad, adalah hadist yang disampaikan oleh seorang perawi
dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan orang itu namun
ia tidak mendengar hadist tersebut langsung darinya..
Apabila perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar langsung hadist
tersebut padahal kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan
suatu kebohongan/ kefasikan. Contoh hadist mudallas sanad adalah :
II.
Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan beberapa perawi di
atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau misalnya perawi mengatakan
“ telah berkata kepadaku”, kemudian diam beberapa saat dan melanjutkan “al-Amasi
. . .” umpamanya. Hal seperti itu mengesankan seolah-olah ia mendengar dari
al-Amasi secara langsung padahal sebenarnya tidak. Hadist seperti itu disebut
juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam dengan
tujuan untuk memotong).
III.
Tadlis ‘Athof (merangkai dengan kata sambung semisal “Dan”). Yaitu
bila perawi menjelaskan bahwa ia memperoleh hadist dari gurunya dan
menyambungnya dengan guru lain padahal ia tidak mendengar hadist tersebut dari
guru kedua yang disebutnya.
IV.
Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan perawi di atasnya yang
bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadist tersebut hanya diriwayatkan
oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat diterima sebagai hadist
shahih. Tadlis taswiyah merupakan jenis tadlis yang palin buruk karena
mengandung penipuan yang keterlaluan.
V.
Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat kepada perawi
dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya nama dengan kunyah
(julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur dengan maksud menyamarkan
masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang yang sangat alim dan teguh
pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat kuat hafaleannya
brkata kepadaku”.
VI.
Termasuk
dalam golongan tadlis suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama
tampat). Contoh: Haddatsana fulan fi andalus (padahal yang dimaksud
adalah suatu tempat di pekuburan). Ada beberapa hal yang mendasari seorang
perawi melakukan tadlis suyukh, adakalanya dikarenakan gurunya lemah
hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal, karena perawi ingin
menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena gurunya lebih muda usianya
hingga ia merasa malu meriwayatkan hadist darinya dan lain sebagainya.
b)
Dhaif karena hal lain diluar ittisal al sanad.
1)
Hadits Maudhu'
Adalah
hadits kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama
sekali.
Sedangkan menurut Subhi Sholih adalah khabar yang di buat oleh pembohong
kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.
Tanda-tanda
sebuah hadits itu dapat dikatakan maudu' dapat dilihat sanadnya yaitu:
Ø Rawi hadits
terkenal sebagi pembohong.
Ø Perawi
merupakan perawi tunggal.
Ø Perawi
mengaku sendiri bahwa hadits itu adalah hadits maudu'.
Ø Mengetahui
sikap dan perilaku perawi.
Sedangkan
tanda-tanda dari aspek matan antara lain:
Ø Arti hadits
itu kontra dengan hadits yang lain yang lebih tinggi.
Ø Bertentangn
dengan al-Quran, sunnah mutawatir atau ijmak.
Ø Tidak sesuai
dengan fakta sejarah.
Contohnya
adalah hadits tentang keutamaan bulan rajab yang diriwayatkan Ziyad ibn
Maimun dari shabat Anas r.a
قيل يارسول
الله لم سمي رجب قال لأنه يترجب فيه خير كثبر لشعبنا ورمضنا.
Menurut Abu
Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang pembohong dan
pembuat hadiits palsu.
2)
Hadits Matruk
Adalah
hadits yang diriwayatkan oleh orang yang disangka suka berdusta. Contoh hadits
ini adalah hadits tentang qadha' al hajat yang diriwayatkan oleh Ibn Abi
Dunya dari Juwaibir ibn Sa'id al Asdi dari dhohak dari Ibn 'Abbas.
قال النبي
عليكم باصطناع المعروف فانه يمنع مصارع السوء ... الخ
Menurut an
Nasa'i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap haditsnya.
3)
Hadits Munkar
Adalah
hadits yang tidak diketahui matannya selain dari rawi itu dan perawi itu tidak
memenuhi syarat bias dikatakan seorang dlobid. Atau dengan pengetian
hadits yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat rawi tsiqoh. Munkar
sendiri tidak hany sebatas pad sanad namun juga bis aterdapat pada matan.
4)
Hadits Majhul
a.
Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan
ta'dilnya.
Contohnya
hadits yang diriwayatkan oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari Hafs
ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn
Sa'id al Kindi
ان النبي كان
اذا دعا فرفع يديه مسح وجهه بيده. اخرجه ابي داود
Hanyalah Ibn
Luhai'ah yang meriwayatkan hadits dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas
tanpa diketahui jarh dan ta'dilnya.
b.
Majhul hali : diketahui lebih adari sati orang namun tidak
diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh hadits ini adalah haditsnya Qasim ibn Walid
dari Yazid ibn Madkur.
ان عليا رضي
الله عنه رجم لوطيا. اخرجه البيهقى
Yazid ibn
Madkur dianggap majhul hali.
5)
Hadits Mubham
Yaitu hadits
yang tidak menyebutkan nama dalam rangkaian sanadnya. Contohnya adalah hadits
Hujaj ibn Furadhah dari seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
قال رسو ل
الله المؤمن غر كريم والفاجر خب لئيمز اخرجه ابو داود
6)
Hadits Syadz
Selain
hadits diatas masih terdapat beberapa hadits lagi yang termasuk dha'if antara
lain Hadits maqlub, matruh, mudhtharab, mudha'af , mudarraj,
mu'allal, musalsal, mukhtalith untuk lebih jelasnya lihat 'Abdur
Rahman al Mun'im as Salim, Taisir al 'Ulum al Hadits dan juga Ujjaj
al-Khotib Ushul al-hadits
5. Cara
mengukur keshohihan hadits..
Untuk
mengetahui suatu hadits itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari
beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadits shahih.
Apabila dalam syarat-syarat yang ada pada hadits shahih tidak terpenuhi, maka
secara otomatis tingkat hadits itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita
meneliti sebuah hadits, kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadits
tersebut dalam kualitas intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat dlabidnya
berada pada tingkat kedua (lihat tingkatan dlabid pada bab hadits shahih), maka
dengan sendirinya hadits itu masuk dalam kategori hadits shahih lighoirihi.
Dan apabila ada sebuah hadits yang setelah kita teliti kita tidak menemukan
satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadits juga menempati posisi yang
pertama , maka hadits itu dikatakan sebagai hadits shahih lidatihi.
Untuk hadits
shahih lighoirihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lidatihi.
Apabila hadits itu terdapat beberapa jalur maka hadist itu akan naik derajatnya
menjadi hadits shahih lighoirihi. Dengan kata lain kita dapat menyimpulkan
apabila ada hadits hasan akan tetapi hadits itu diriwayatkan oleh beberapa rawi
dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita katakana hadits tersebut adalah
hadits shahih lighoirihi.
Adapun
derajat hadist hasan sama dengan hadist shahih dalam segi kehujjahannya,
sekalipun dari sisi kekuatannya berada di bawah hadist shahih. Oleh karena itu
mayoritas Fuqaha, Muhaditsin dan Ushuliyyin (ahli Ushul)
berpendapat bahwa hadist hasan tetap dijadikan sebagai hujjah dan boleh
mengamalkannya.
Pendapat
berbeda datang dari kelompok ulama Al-Mutasyaddidun (garis keras) yang
menyatakan bahwa hadist hasan tidak ada, serta tidak dapat dijadikan hujjah.
Sementara ulama Al-Mutasahilun (moderat) seperti al-Hakim, Ibnu Hibban,
Ibnu Khuzaimah dll justru mancantumkannya ke dalam jenis hadist yang bisa
dijadikan sebagai hujjah walupun tingkatannya dibawah hadits sahih.
Sedangkan untuk hadits dhaif Ulama juga berbeda pendapat, yaitu
:
Ø Mutlak tidak
bisa diamalkan baik yang terkait dengan hukum maupun Fadhail al A'mal,
menurut Abu Hatim, Bukhori Muslim, dan Abu Bakr ibn al 'Arabi.
Ø Mutlak bisa
di amalkan asalkan di tahrij oleh Abu dawud dan Ahmad ibn Hanbal.
Ø Bisa
diamalkan ketika terkait dengan Fadhailul a'mal, nasihat dan
sebagainya. Selain hukum.inipun harus dengan catatan apabila tidak sangat
dha'if dan harus bersamaan dengan riwayat pendukung
6. Peran
At-Tabi' dalam analisis kualitas Sanad
Sebelum kita
mengetahui lebih jauh peran mutabi' terhadap kualitas sebuah hadits. Sebaiknya
kita terlebuh dahulu mengetahui apakah pengertian at tabi'. Mutabi'
merupakan isim fa'il taba'a yang berarti mengikuti. Sedangkan pengertian
terminologinya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
berkapasitas sebagai al- mukhorij al- hadits. Di mana hadits itu sesuai dengan
hadits yang yang diriwayatkan oleh perawinya. Sedangkan al-mukhorij itu
meriwayatkan dari guru perawi pertama atau dari guru gurunya perawi.
Pengertian lain mutabi' adalah hadits yang rowinya itu ada kesesuaian dengan
rowi lain yang berkapasitas sebagi mukharriij al hadits. Di mana rawi
kedua meriwayatkan dari guru rawi pertama atau dari guru gurunya rawi pertama.
Kesesuaian tadi bisa dalam ma'na, redaksi ataupun keduanya.
Posisi
mutabi' sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah hadits. Karena ketika ada
sebuah hadits yang kurang dari segi sanad, sehingga tidak bisa dapat
dikategorikan sebagai hadits shohih maupun hadits hasan, maka ketika ditemukan
hadits yang sama dari jalur lain, posisi hadits yang pertama bisa kuat dan naik
menjadi hadits shohih lighoirihi atau hasan lighoirihi.. Contohnya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Syafii dari Malik dari Abdullah bin Umar dari Ibn
Umar dari Nabi
ألشهر تسع
وعثرون فلا تصوم حتى تروا ألهلال ولاتفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا
العدة ثلاثين يوما
Hadits ini
dinilai ghorib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafii dari Malik. Akan
tetapi ditemukan hadits lain yang sama dan diriwayatkan dari Abdullah bin
Maslamah al-Qo'nabi dengan jalur sanad yang sama.
SEKIAN
Semoga bermanfaat n wa sukran kasir atas kunjungannya dan perhatian
WASSALAMUALAIKUM WR. WB......
Langganan:
Postingan (Atom)